Selasa, 12 Juni 2012

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN




I.  PENDAHULUAN

Perubahan iklim global disebabkan antara lain oleh peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) akibat berbagai aktivitas yang mendorong peningkatan suhu bumi. Mengingat iklim adalah unsur utama dalam sistem metabolisme dan fisiologi tanaman, maka perubahan iklim global akan berdampak buruk terhadap keberlanjutan pembangunan pertanian (Las, 2007).
Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di daerah katulistiwa termasuk wilayah yang sangat rentan terhadap perubahan iklim. Perubahan pola curah hujan, kenaikan muka air laut, dan suhu udara, serta peningkatan kejadian iklim ekstrim berupa banjir dan kekeringan merupakan beberapa dampak serius perubahan iklim yang dihadapi Indonesia (Tim Sintesis Kebijakan, 2007).
Perubahan iklim yang telah menimbulkan beberapa bencana yang  memiliki kemungkinan untuk menjadi lebih buruk di masa mendatang. Dengan menggunakan asumsi kenaikan suhu di Indonesia antara 0,40 - 30 C di  tahun 2030 dan 0,90 - 4C di tahun 2070, terbukti bahwa perubahan iklim akibat memanasnya bumi secara negatif akan menurunkan produksi pertanian dan tingkat kesejahteraan antara     2,5 - 18 persen per tahun (Rahayu, 2007).
Beberapa penemuan terakhir mulai memperjelas pengaruh iklim terhadap produksi pertanian. Pengaruh pada produksi pertanian dapat disebabkan paling tidak oleh pengaruhnya terhadap produktivitas tanaman, organisme pengganggu tanaman, dan kondisi tanah. Iklim dan cuaca merupakan faktor penentu utama bagi pertumbuhan dan produktifitas tanaman pangan.Produktifitas pertanian berubah-ubah secara nyata dari tahun ke tahun. Perubahan drastis cuaca, lebih berpengaruh terhadap pertanian dibanding perubahan rata-rata. Tanaman sangat peka terhadap perubahan cuaca yang sifatnya sementara dan drastis. Perbedaan cuaca antar tahun lebih berpengaruh dibanding dengan perubahan iklim yang diproyeksikan (Munawar, 2010).Makalah ini akan membahas mengenai penyebab terjadinya perubahan iklim dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan produktifitas tanaman. 

II.  PENYABAB TERJADINYA PERUBAHAN IKLIM

Perubahan iklim global disebabkan antara lain oleh peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) akibat berbagai aktivitas yang mendorong peningkatan suhu bumi (Las, 2007).  IPCC  (2007) dalam Noordwijk (2008). telah memberikan  banyak bukti kuat secara ilmiah bahwa iklim global telah berubah pada tingkatan yang cukup besar sepanjang sejarah geologi. Perubahan tersebut terjadi karena adanya peningkatan  konsentrasi  gas  rumah  kaca  (GRK)  di  atmosfer, terutama tersusun dari gas-gas CO2, CH4 dan N2O.
Gas rumah kaca utama yang terus meningkat adalah karbon dioksida (CO2). Sebagian dari karbon dioksida ini dapat diserap kembali, antara lain melalui proses fotosintesis yang merupakan bagian dari proses pertumbuhan tanaman atau pohon. Namun, kini kebanyakan negara memproduksi karbon dioksida secara jauh lebih cepat ketimbang kecepatan penyerapannya oleh tanaman atau pohon, sehingga konsentrasinya di atmosfer meningkat secara bertahap. Ada beberapa gas rumah kaca yang lain. Salah satunya adalah metan (CH4), yang dapat dihasilkan dari lahan rawa dan sawah serta dari tumpukan sampah dan kotoran ternak. Gas-gas rumah kaca lainnya, meski jumlahnya lebih sedikit, antara lain adalah nitrogen oksida (N2O) dan sulfur heksaflorida (SF6) (United Nations Development Programme Indonesia, 2007).
Beberapa jenis gas di atmosfir, seperti CO2, CH4, dan N2O mempengaruhi iklim permukaan bumi karena kemampuanya dalam membantu proses transmisi radiasi dari matahari ke permukaan bumi, dan juga menghambat keluarnya sebagian radiasi dari permukaan bumi. Kalau konsentrasi dari gas-gas ini di atmosfir meningkat, radiasi yang keluar dari permukaan bumi akan terhambat, sehingga suhu permukaan bumi bertambah besar. Prediksi peningkatan suhu bumi bukanlah suatu hal yang mudah iklim di suatu daerah merupakan hasil interaksi dari proses-proses fisika dan mekanik yang saling berhubungan. Peningkatan suhu, akan menyebabkan peningkatan evapotranspirasi yang berdampak pada meningkatnya konsentrasi.Apabila konsentrasi dari gas-gas ini di atmosfir meningkat, radiasi yang berupa uap air, H2O(gas).  Uap air juga merupakan gas penghambat keluarnya radiasi dari permukaan bumi, sementara di lain pihak keberadaan uap air tersebut juga menimbulkan umpan balik negatif karena peningkatan pertumbuhan awan, menyebabkan terhambatnya transmisi radiasi matahari ke permukaan bumi (Syarifuddin, 2011).
Aktifitas-aktifitas yang menghasilkan GRK adalah perindustrian, penyediaan energi listrik, dan transportasi. Sedangkan dari peristiwa secara alam juga menghasilkan/ mengeluarkan GRK seperti dari letusan gunung berapi, rawa-rawa, kebakaran hutan, peternakan hingga kita bernafaspun mengeluarkan GRK. Komposisi dan konsentrasi gas rumah kaca yang berada di lapisan atmosfer akan sangat bergantung dari gas-gas emisi yang dihasilkan berbagai kegiatan manusia dalam merekayasa sistem tatanan ekologi di planet ini (Hamid, 2009).
United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCC) mengklasifikasi enam jenis gas yang dapat menyerap radiasi matahari di lapisan atmosfer yaitu Karbondioksida (CO2), Dinitroksida (NO2), Metana (CH4), Sulfurheksaflorida (SF6), Perfluorokarbon (PFCs) dan hidrofluorokarbon (HFCs). Gas karbondioksida (CO2), dinitrooksida (NO2) dan metana (CH4) terutama dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil di sektor energi, transportasi dan industri. Gas metana (CH4) juga dihasilkan dari kegiatan pertanian dan peternakan. Sementara untuk gas sulfurheksaflorida (SF6), perflorokarbon (PFCs) dan hidroflorokarbon (HFCs) dihasilkan dari industri pendingin dan penggunaan aerosol (partikel kecil/debu) (Hamid, 2009).

III.    DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN

Perubahan iklim global akan mempengaruhi setidaknya tiga unsur iklim dan komponen alam yang sangat erat kaitannya dengan pertanian, yaitu: (1) naiknya suhu udara yang juga berdampak terhadap unsur iklim lain, terutama kelembaban dan dinamika atmosfer, (2) berubahnya pola curah hujan, (3) makin meningkatnya intensitas kejadian iklim ekstrim (anomali iklim) seperti El-Nino dan La-Nina, dan (4) naiknya permukaan air laut akibat pencairan gunung es di kutub utara. (Direktorat Pengelolaan Air, 2009).

1. Dampak Peningkatan Konsentrasi CO2 di Atmosfer.
Gas CO2 merupakan sumber karbon utama bagi pertumbuhan tanaman. Konsentrasi CO2 di atmosfir saat ini belum optimal, sehingga penambahan CO2 kepada tanaman di dalam industri pertanian di dalam rumah kaca merupakan kegiatan normal untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman seperti tomat, selada, timun dan bunga potong.
Pengaruh fisiologis utama dari kenaikan CO2 adalah meningkatnya laju assimilasi (laju pengikatan CO2 untuk membentuk karbohidrat,fotosintesis) di dalam daun. Efisiensi penggunaan faktor-faktor pertumbuhan lainnya (seperti radiasi matahari, air dan nutrisi) juga akan ikut meningkat.
Selain pengaruh positif terhadap proses fotosintesis, kenaikan CO2 juga akan mempunyai pengaruh positif terhadap penggunaan air oleh tanaman. Stomata mempunyai fungsi sebagai pintu gerbang masuknya CO2 dan keluarnya uap air ke/dari daun. Besar kecilnya pembukaan stomata merupakan regulasi terpenting yang dilakukan oleh tanaman, dimana tanaman berusaha memasukkan CO2 sebanyak mungkin tetapi dengan mengeluarkan H2O sesedikit mungkin, untuk mencapai effisiensi pertumbuhan yang tinggi. Jika CO2 di atmosfir meningkat, tanaman tidak membutuhkan pembukaan stomata maksimum untuk mencapai konsentrasi CO2 optimum di dalam daun, sehingga laju pengeluaran H2O dapat dikurangi. Dengan kondisi tersebut maka laju pembentukan biomassa akan meningkat (Syarifuddin, 2011).
Efek langsung dari meningkatnya CO2, berdampak positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sebagaimana dijelaskan diatas. Akan tetapi dampak pengikutan berupa peningkatan suhu dan perubahan siklus hidrologi menyebabkan pengaruh positif dari kenaikan CO2 menjadi berkurang atau terhambat sama sekali (Munawar, 2010).  

2.  Naiknya Suhu Udara yang Juga Berdampak Terhadap Unsur Iklim Lain.
Suhu merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Suhu udara dipengaruhi oleh radiasi yang diterima di permukaan bumi sementara tinggi rendahnya suhu disekitar tanaman ditentukan oleh radiasi matahari, kerapatan tanaman, distribusi cahaya dalam tajuk tanaman, kandungan lengas tanah. Umumnya laju metabolisme makhluk hidup akan bertambah dengan meningkatnya suhu hingga titik optimum tertentu. Beberapa proses metabolisme tersebut antara lain bukaan stomata, laju transpirasi, laju penyerapan air dan nutrisi, fotosintesis, dan respirasi. Setelah melewati titik optimum, proses tersebut mulai dihambat: baik secara fisik maupun kimia, menurunnya aktifitas enzim (enzim terdegradasi)
Pengaruh peningkatan suhu dapat mengurangi atau bahkan mengurangi dampak positif yang diberikan dari meningkatnya konsentrasi CO2 di atmosfir. Peningkatan suhu disekitar iklim mikro tanaman akan menyebabkan cepat hilangnya kandungan lengas tanah (kadar air tanah) akibat evaporasi. Hal tersebut dapat berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman terutama pada daerah yang lengas tanahnya terbatas.
Setiap tanaman memiliki suhu dasar yang merupakan suhu minimum bagi tanaman untuk bermetabolisme. Besaran suhu dasar ini akan mempengaruhi besarnya Thermal unit yang diperlukan oleh tanaman untuk melewati setiap fase perkembangannya. Hubungan antara thermal unit dengan suhu lingkungan adalah berbanding lurus sementara berbanding terbalik dengan umur tanaman. Artinya semakin tinggi suhu, maka umur tanaman akan semakin pendek yang akhirnya berdampak pada waktu penumpukan fotosintat dan pembentukan biomassa yang lebih rendah (Syarifuddin, 2011).
Dampak peningkatan suhu terhadap tanaman pangan  menurut Las (2007) adalah terjadinya peningkatan transpirasi yang menurunkan produktivitas, peningkatan konsumsi air,  percepatan pematangan buah/biji yang menurunkan  mutu hasil, dan perkembangan beberapa organisme pengganggu tanaman.  Bahkan  dirjen  IRRI  (International  Rice Researh Institute) menyatakan bahwa dengan peningkatan suhu udara rata-rata 1°C dapat menurunkan produktivitas  beras dunia sekitar  5-10 %.
Peningkatan temperatur dapat menyebabkan penurunan produksi pada berbagai jenis tanaman pangan, Menurut Tang et al., (2006) dan Weerakoon et al., (2008), Pada tanaman padi, fase pembentukan malai sangat sensitif terhadap temperatur tinggi. Selama tahap ini, stress akibat panas sangat memungkinkan untuk terjadinya sterilitas floret, menurunnya kesuburan dan kehilangan hasil. Hal ini terutama disebabkan oleh menurunnya aktifitas serta perkecambahan polen, terbatasnya pertumbuhan tabung polen, rendahnya daya dehiscence polen dan penyerbukan yang tidak sempurna.   
Di samping itu temperatur juga secara langsung berperan terhadap perkembangan biji seperti pengisian biji dan laju produksi bahan kering pada biji (Kobata dan Uemuki, 2004) Temperatur tinggi dapat menghambat perkembangan biji pada padi (Zakaria  et al., 2002) gandum (Hawker dan Jenner, 1993).
Peningkatan temperatur selama kemasakan juga dapat menyebabkan penurunan kualitas biji terutama yang diakibatkan oleh terhambatnya akumulasi cadangan makanan pada biji (Zakaria, 2005). Munculnya bagian “putih buram” yang biasanya di dapatkan pada bagian gabah yang kurang sempurna pada musim panas diperkirakan mempunyai hubungan yang erat dengan sistem transfer dan transportasi cadangan makanan selama pembentukan biji. Bagian putih buram ini adalah bagian dari kerusakan yang disebabkan oleh temperatur tinggi selama kemasakan.

3. Berubahnya Pola Curah Hujan.
Perubahan iklim juga  menyebabkan  terjadinya perubahan  jumlah hujan  dan  pola  hujan  yang  mengakibatkan  pergeseran  awal  musim  dan  periode  masa tanam. Penurunan  curah  hujan telah menurunkan potensi satu periode masa tanam  padi (Runtunuwu dan Syahbuddin, 2007). Dampak  perubahan  pola  hujan  diantaranya mempengaruhi waktu dan musim tanam, pola tanam, degradasi lahan, kerusakan tanaman dan produktivitas, luas areal tanam dan areal panen, serta perubahan dan kerusakan keanekaragaman hayati. 

4.  Makin Meningkatnya Intensitas Kejadian Iklim Ekstrim (Anomali Iklim)  
     Seperti El-Nino dan La-Nina.

Perubahan siklus hidrologi terutama ditunjukkan oleh periode La-Nina dan El-Nino yang semakin sering. La-Nina merupakan fenomena alam yang ditandai dengan kondisi suhu muka laut di perairan Samudra Pasifik ekuator berada di bawah nilai normalnya (dingin), sementara kondisi suhu muka laut di perairan Benua Maritim Indonesia berada di atas nilai normalnya (hangat). Kondisi suhu muka laut di samudra pasifik yang dingin menimbulkan tekanan udara tinggi, sementara kondisi hangat perairan Indonesia yang berada di sebelah barat pasifik menimbulkan tekanan udara rendah. Kondisi ini menyebabkan mengalirnya massa udara dari pasifik ke wilayah Indonesia. Aliran tersebut mendorong terjadinya konvergensi massa udara yang kaya uap air. Akibatnya semakin banyak awan yang terkonsentrasi dan menyebabkan turunnya hujan yang lebih banyak di daerah tersebut (lebih dari 40 mm/bulan di atas rata-rata normalnya). Kebalikan dari La-Nina adalah El-Nino ketika suhu permukaan laut di Samudra Pasifik menghangat dan menyebabkan terjadinya musim kemarau yang kering dan panjang di Indonesia. Penurunan curah hujan pada saat El-Nino dapat mencapai 80 mm/bulan (Boer 2002).
Bencana kekeringan sering terjadi di Indonesia. Hasil  pengamatan  jangka panjang menunjukkan bahwa terjadinya musim kemarau panjang akibat adanya  fenomena anomali iklim global El-Nino pada umumnya terjadi secara periodik setiap 5 tahun sekali (Bey  et  al., 1992).Pada tahun El-Nino 1991, 1994, 1997 dan 2003 luas pertanaman tanaman padi telah mengalami kekeringan berturut-turut seluas 868 ribu ha, 544 ribu ha, 504 ribu ha dan 568 ribu ha dengan luasan gagal panen (puso) masing-masing seluas 192 ribu ha (22%), 161 ribu ha (30%), 88 ribu ha (18%) dan 117 ribu ha (21%). Penurunan luas panen karena kekeringan tersebut mengakibatkan penurunan produksi atau kehilangan hasil pada tahun 1991 diperkirakan mencapai 1,455 juta ton GKG atau setara dengan 0,873 juta ton beras, sedangkan pada tahun 1994 dan 1997 menyebabkan kehilangan hasil 640 ton GKG (Jasis dan Karama, 1998).
Kekeringan  merupakan faktor lingkungan utama yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman dan menurunkan produksi bergantung pada besarnya tingkat cekaman yang dialami dan fase pertumbuhan tanaman ketika mendapat cekaman kekeringan. Pada periode cekaman kekeringan yang panjang akan mempengaruhi seluruh proses metabolismeme di dalam sel dan mengakibatkan penurunan produksi tanaman.
Pada saat terjadi kekeringan, sebagian stomata daun menutup sehingga  terjadi hambatan  masuknya CO2 dan menurunkan aktivitas fotosintesis. Selain menghambat aktivitas fotosintesis, cekaman kekeringan juga menghambat  sintesis protein dan dinding sel (Salisbury and Ross, 1995). Pengaruh cekaman kekeringan tidak saja menekan pertumbuhan dan hasil bahkan menjadi penyebab kematian tanaman.
Penurunan laju fotosintesis akibat cekaman kekeringan, merupakan kombinasi dari beberapa proses, yaitu : (1) penutupan stomata secara hidroaktif mengurangi suplai CO2kedalam daun, (2) dehidrasi kutikula, dinding epidermis, dan membran sel mengurangi permeabilitas terhadap CO2, (3) bertambahnya tahanan sel mesofil terhadap pertukaran gas, dan (4) menurunnya efisiensi sistem fotosintesis berkaitan dengan proses biokimia dan aktifitas enzim dalam sitoplasma. Dimana dalam proses fotosintesis terdapat proses hidrolisis yang memerlukan air.    
Sedangkan La-Nina menyebabkan kerusakan tanaman akibat banjir, dan meningkatkan intensitas serangan hama dan penyakit. La-Nina menyebabkan kelembaban dan curah hujan tinggi yang disukai oleh Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Pada daerah rawan banjir, kehadiran La-Nina menyebabkan gagal panen akibat terendamnya tanaman. Pengaruh kelebihan air terhadap tanaman akan lebih sensitif pada tanaman muda dibandingkan tanaman dewasa (Syarifuddin, 2011). Jasis dan Karama (1998) menyatakan, banjir menyebabkan kehilangan hasil tanaman padi sebesar 214 ton GKG per tahun.

5. Naiknya Permukaan Air Laut.
Dampak  naiknya muka  air  laut  di  sektor  pertanian  terutama  adalah  penciutan  lahan  pertanian  di  pesisir pantai,  kerusakan  infrastruktur  pertanian,  dan  peningkatan  salinitas  yang  merusak tanaman  (Las, 2007).
Selain akan menciutkan luas lahan pertanian akibat terendam air laut, peningkatan permukaan air laut juga akan meningkatkan salinitas (kegaraman) tanah sekitar pantai. Salinitas pada tanah bersifat racun bagi tanaman sehingga mengganggu fisiologis dan fisik pada tanaman, kecuali tumbuhan laut dan pantai atau varietas adaptif. Salinitas pada padi sangat erat kaitannya dengan keracunan logam berat, terutama Fe dan Al. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai garis dan hamparan pantai yang sangat panjang, sehingga penciutan lahan pertanian akibat peningkatan permukaan air laut menjadi sangat luas (Direktorat Pengelolaan Air, 2009).
Pengaruh garam terlarut terhadap tanaman adalah melalui osmotik karena konsentrasi garam yang tinggi menyulitkan tanaman menyerab air. Akar tanaman memiliki membran semi permeabel yang melalukan air tapi tidak dapat melewatkan hampir semua garam terlarut. Jadi air secara osmotik semakin sulit diperoleh tanaman dengan semakin meningkatnya kadar garam larutan tanah. Tanaman yang tumbuh pada media salin pada tingkat tertentu dapat meningkatkan kosentrasi osmotik internalnya melalui produksi asam-asam organik atau peningkatan serapan garam. Proses ini disebut sebagai penyesuaian osmotik (osmotic adjusment). Pengaruh salinitas terhadap tanaman nampaknya berupa perubahan energi dari proses pertumbuhan menjadi untuk mempertahankan perbedaan osmotik. Salah satu proses pertama adalah deversi energi pertumbuhan untuk perpanjangan sel. Jadi, untuk dapat mempertahankan perbedaan osmotik, sel jaringan daun membelah tetapi tidak menyebabkan pemanjangan. Gejala terjadinya pertambahan jumlah sel tapi tidak diikuti dengan perpanjangan sel dikarenakan adanya stres osmotik ini adalah terjadinya warna daun yang menjadi hijau gelap (Anwar dan Sudadi, 2007).

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, S., Sudadi, U. 2007. Kimia Tanah. Departemen Ilmu dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Bey, A., H. Pawitan, I. Las, B. Tjasyono, and F. Winarso. 1992. Evaluation of Indonesian  climate  and anticipation of  dry  season.  Prosiding  Seminar Nasional  Antisipasi  Iklim  1992  dan Dampaknya  terhadap  Pertanian Tanaman  Pangan.  PERHIMPI- Badan Litbang Pertanian.

Boer, R. 2002. Analisis Resiko Iklim Untuk Produksi Pertanian. Jurusan Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB. Bogor.

Direktorat Pengelolaan Air. 2009. Pedoman Umum Sekolah Lapang Iklim. Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air, Departemen Pertanian.http://pla.deptan.go.id/pdf/11_PEDUM_SL_IKLIM.pdf. [Diakses 15 Januari 2012].

Hamid, H. 2009. Recovery Konservasi dan Rehabilitasi Tumbuhan Sebagai Strategi Mitigasi Global Warming. http://zaifbio.wordpress.com /2009/07/07/recovery-konservasi-dan-rehabilitasi-tumbuhan-sebagai-strategi-mitigasi-global-warming/. [Diakses 16 Januari 2012]. 

Hawker, J.S., and Jenner, D.F. 1993. High temperature affects the activity of enzymes in committed pathways of starch synthesis in developing wheat endosperm. Aust. J. Plant  Physiol. 20:197-209.

Jasis dan Karama, A. S.  1998.  Kebijakan Departemen Pertanian Dalam Mengantisipasi Penyimpangan Iklim.  Prosiding Stategi Antisipatif Menghadapi Gejala Alam La Nina dan El-Nino.  Kerjasama PERHIMPI dengan Jurusan GEOMET-IPB Puslittanak dan ICSEA.

Kobata, T. and Uemuki N. 2004. High tempetures during the grain-filling period do not  reduce the potential grain dry matter increase of rice. Agron. J. 96:406-414.

Las, I. 2007. Pembingkaian Diskusi Panel dan Penelitian Konsorsium Perubahan Iklim. Presentasi Round Table Discussion. Tim  Pokja  Anomali  Iklim. Badan Litbang Pertanian. Bogor.

Las, I. 2007. Strategi dan Inovasi Antisipasi Perubahan Iklim (bagian 1). Kepala Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian. http://www.litbang.deptan. go.id/artikel/one/186/pdf/Strategi%20dan%20Inovasi%20Antisipasi%20Perubahan%20Iklim%20(bagian%201).pdf. [Diakses 15 Januari 2012]. 
Munawar, M. 2010. Pengaruh Efek Rumah Kaca Terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman. http://munawar.8m.net/rmh_kaca.htm[Diakses 16 Januari 2012].

Noordwijk, M. V. 2008. Agroforestri Sebagai Solusi Mitigasi dan Adaptasi Pemanasan Global: Pengelolaan Sumber Daya Alam Yang Berkelanjutan Dan Fleksibel Terhadap Berbagai Perubahan. World Agrofo restry Centre, ICRAF-Southeast Asia. Bogor.http://worldagroforestrycentre.net/sea/Publications/files/bookchapter/BC0277-08.PDF. [Diakses 16 Januari 2012]. 

Rahayu,  S.  2007.  Perubahan  Iklim  dan  Kemiskinan:  Bagaimana  nasib  petani  kecil Indonesia  kedepan,  Kongres  Ilmu  Pengetahuan  Nasional  IX  (KIPNAS-IX). Jakarta.

Runtunuwu, E dan Syahbuddin, H. 2007. Perubahan Pola Curah Hujan dan Dampaknya Terhadap Periode Masa Tanam. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian. Bogor.

Salisbury,  F. B.  and  C.W.  Ross.  1995. Fisiologi Tumbuhan, Jilid I. Penerbit ITB, Bandung.

Syarifuddin, M. 2011. Dampak Perubahan Iklim Bagi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Program Studi Manajemen Pertanian lahan Kering Politeknik Pertanian Negeri Kupang. Kupang. http://programs
tudimplk.blogspot.com/2011/05/dampak-perubahan-iklim-bagi-pertumbuhan.html. [Diakses 16 Januari 2012].

Tang, R. S., Zheng, J. C. and Zhang, D. D. 2006. The effects of high temperatures on pollen vitality and seed setting of different rice varieties. Jiangsu J. Agric. Sci. 22:369-373.

Tim Sintesis Kebijakan. 2008. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Sektor Pertanian, Serta Strategi Antisipasi dan Teknologi Adaptasi. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor.http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/ip012086.pdf [Diakses 16 Januari 2012].

United Nations Development Programme Indonesia. 2007. Sisi Lain Perubahan Iklim, Mengapa Indonesia Harus Beradaptasi Untuk Melindungi Rakyat Miskin. Jakarta.http://www.undp.or.id/pubs/docs/UNDP%20-%20Sisi%20Lain%20Perubahan%20Iklim%20ID.pdf [Diakses 15 Januari 2012].

Weerakoon, W. M. W., Maruyama, A. and Ohba, K. 2008. Impact of humidity on temperature induced grain sterility in rice (Oryza sativa L). J. Agron. and Crop Sci. 194:135-140.

Zakaria, S., Matsuda, T. and Nitta, Y. 2002. Effect of high temperature at ripening stage on the reserve accumulation in seed in some rice cultivars. Plant Prod. Science. 4:160-168.

Zakaria, S. 2005. Effect of temperature in ripening stage on the appearance of nucellar epidermis and reserves accumulation in endosperm of rice  (Oryza  sativa L.). Jurnal Agrista.




pengaruh suhu terhadap tanaman


Pengertian Suhu
            Suhu  mencakup dua aspek yaitu derajat dan insolasi. Insolasi menunjukan energi panas dari matahari dengan satuan gram/kalori/cm2/jam. Dimana 1 grm kalori digunakan untuk menaikan suhu satu gram air sebesar 10C.
            Jumlah insolasi atau suhu suatu daerah berbeda-beda tergantung pada :
a.       Latitude yaitu letak  lintang suatu tempat. Pada daerah katulistiwa insolasi lebih besar dan berbeda dibandingkan dengan daerah sub-tropis atau daerah sedang. Suatu daerah yang letaknya semakin kekutub maka insolasinya semakain rendah karena sudut jatuh radiasi matahari semakin besar atau karena jarak matahari ke bumi semakin jauh. Akan tetepi insolasi total untuk suatu musim pertumbuhan  tanaman hampir sama karena panjang hari yang lebih lama.
b.      Musim : Pada musim panas insolasi tinggi sedangkan pada musim hujan rendah
c.       Kejernihan atmosfer : semakin jernih atmosfer maka semakin tinggi insolasis yang diterima oleh bumi karena tidak adanya awan atau bintik-bintik air
d.      Konstanta matahari : merupakan jarak matahari dengan bumi. Semakin dekat jarak matahri ke bumi maka insolasi akan semakin tinggi.
Hubungan Suhu Dengan Tanaman
            Suhu merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Suhu mempengaruhi beberpa proses fisiologis penting yaitu :
a.       Buka dan menututupnya stomata
b.      Transpirasi
c.       Penyerapan air dan nutrisi (unsur hara)
d.      Fotosintesis
e.       Respirasi
f.       Kinerja enzim
g.      Cita rasa tanaman
h.      Pembentukan primordia bunga
Peningkatan suhu sampai titik optimum akan diikuti oleh peningkatan proses-proses tersebut dan setelah melewati titik optimum proses tersebut mulai dihambat baik secara fisik maupun kimia. Menurunnya aktivitas enzim (degradasi enzim).
            Pada tanaman hortikultura suhu merupakan faktor penting dalam pembentukan primordia bunga, dimana dalam pembentukan bunga tanaman dibutuhkan suhu optimal yaitu suhu yang dibutuhkan tanaman dalam pembentukan primordia bunga. Dimana dalam pembentukan bunga tanaman memerlukan suhu optimal yaitu suhu yang dibutuhkan oleh tanaman dalam pembentukan primordia bunga. Selian itu juga mempengaruhi aktivitas mikroorganisme dan enzim pada suhu yang rendah 00C umumnya aktivitas organisme tidak aktif atau dorman sedangkan pada suhu yang tinggi akan menimbulkan proses pembentukan protein dan enzim yang bercerai berai/rusak (denaturasi).

Pengaruh Suhu Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman
            Suhu yang dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman dikenal sebagai suhu kerdinal yaitu meliputi suhu optimum, suhu minimum dan suhu maksimum. Suhu kardinal yang dibutuhkan oleh  tanaman adalah berbeda-beda tergantung pada jenis tanamannya. Dimana suhu yang berada dibawah batas maksimum atau diatas optimum ini tidak baik untuk tanaman, keadaan tersebut sering disebut suhu ekstrim. Pengaruh faktor suhu pada tanaman menimbulkan gangguan-gangguan pada tanaman baik secara morfologi maupun fisiologinya.
            Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman dapat dibedakan sebagai berikut :
1.      Batas Suhu Yang Menguntungkan Tanaman                                                                                    Batas suhu yang membantu pertumbuhan dan perkembangan tanaman diketahui sebagai suhu optimum. Pada batas ini semua proses dalam perkembangan dan pertumbuhan tanaman akan berjalan baik dari segi morfologi muapun fisiologinya.
Proses fisiologi tersebut antara lain yaitu :
a.       Fotosintesis
b.      Respirasi
c.       Penyerapan air
d.      Transpirasi
e.       Pembelahan sel
f.       Pemanjangan sel dan
g.    Perubahan fungsi sel akan berlangsung secara baik sehingga akan diperoleh produksi maksimum pada setiap jenis tanaman kebutuhan akan suhu optimum ini bervariasi seperti pada tanaman C3 membutuhkan suhu optimumnya antara 27 0C sampai 280C, sedangkan pada tanaman C4 suhu optimumnya adalah 300C sampai 350C. 
 Berdasarkan hal ini tanaman hortikultura dikelompokkan sebagai berikut :
                                             I.            Tanaman yang menghendaki batas suhu optimum yang rendah ( tanaman musim dingin), yaitu tanaman yang tumbuh baik pada suhu 450F sampai 600 
                    II.            Tanaman yang menghendaki batas suhu optimum yang tinggi (musim panas), yaitu tanaman yang tumbuh baik pada suhu antara 600F sampai 750F
Dari tipe-tipe tanaman tersebut diatas maka dapat dilihat contoh-contoh tanamannya pada tabel berikut.
Tanaman Musim Dingin (suhu Optimum = 45-600F)
Tanaman buah-buahan
Tanaman sayuran
Tanaman hias
Apel, pear, cherry, plum, strawbery
Asparagus, kubis, wortel, kentang dll
Gramenium, petunia
Tanaman Musim Dingin (suhu Optimum = 60-750F)
Apricot, grape, citrus
Tomat, waluh, ketimun
Rose, orchid

                        Dilihat dari segi morfologinya yaitu :
a.       Pertumbuhan dan perkembangan vegetatif tanaman
b.      Pertumbuhan dan perkembangan generatif tanaman
c.       Daya perkecambahan dan daya tumbuh benih tanaman

2.      Batas Suhu Yang Tidak Menguntungkan
           Batas suhu yang tidak menguntungkan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman dapat dibedakan sebagai berikut baik secara morfoligi dan fisiologinya :
a.       Suhu Diatas Maksimum yang berpengaruh terhadap :
                                                                i.      Respirasi yaitu terjadinya proses respirasi dan absobsi air yang tinggi sehingga terjadi proses-proses perombakan protein dan terhambatnya kinerja enzim (denaturasi).
                                                              ii.      Terganggunya pembentukan sel generatif yang  terjadi karena rusaknya pembelahan sel secara mitosis sehingga biji akan mandul atau kosong.
                                                            iii.      Terjadinya translokasi yaitu terganggunya proses pengangkutan dan penyebarann assimilat (hasil fotosintesis) dari sumber fotosintesis ke bagian-bagian tanaman yang menggunakan atau menyimpan cadangan makanan seperti : buah, batang dan umbi.
                                                            iv.      Terjadinya mutasi gen akibat adanaya suhu yang terlalu tinggi yang menyebabkan berubahnya susunan genetik tanaman atau adanya sinar gamma.
                                                              v.      Tanaman kekurangan unsur hara, karena suhu tinggi dapat mengganggu perombakan-perombakan senyawa-senyawa penting bagi tanaman.
                                                            vi.      Tanaman menjadi layu akibat suhu yang tinggi sehingga absorbsi air yang rendah dan tingginya evapotranspirasi

3.      Suhu Dibawah Minimumk perlambatan pertumbuhan dan perkembangan serta menghambat pembungaan tanaman.
a.       Absorbsi unsur hara dan air terganggu karena air akan membekupada suhu dibawah minimum dan akar tanaman akan membeku yang menyebabkan fikositas  menjadi naik. Penyerapan unsur hara juga terganggu karena bakteri-bakteri pengurai akan mengalami dormansi atau istrihat
b.      Respirasi menurun karena kebutuhan air dan udara dalam tubuh tanaman menjadi rendah seiring rendahnya aktivitas-aktivitas dalam tubuh tumbuhan.
c.       Perkecambahan benih akan teganggu dimana embrio akan rusak yang disebabkan rusaknya membran sel dalam biji.
d.      Sufokasi (suffocationI) lambatnya pertumbuhan tanaman karena suhu udara yang rendah pada tanah dan kekurangan oksigen
e.       Dedikasi yaitu terjadinya kekeringan fisiologis karena absorbso air terhambat karena kurangnya permeabilitas selaput akar atau karena naiknya visikositas air dalam air bahkan membeku.






PENGARUH KETINGGIAN TEMPAT (SUHU) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN, TERNAK, HAMA, PENYAKIT TUMBUHAN, DAN GULMA
A. TANAMAN
Faktor iklim di dalamnya termasuk suhu udara, sinar matahari, kelembaban udara dan angin. Unsur-unsur ini sangat berpengaruh terhadap proses pertumbuhan tanaman. Yang dimaksud dengan ketinggian tempat adalah ketinggian dari permukaan air laut (elevasi). Ketinggian tempat mempengaruhi perubahan suhu udara. Semakin tinggi suatu tempat, misalnya pegunungan, semakin rendah suhu udaranya atau udaranya semakin dingin. Semakin rendah daerahnya semakin tinggi suhu udaranya atau udaranya semakin panas. Oleh karena itu ketinggian suatu tempat berpengaruh terhadap suhu suatu wilayah.
Perbedaan regional dalam topografi, geografi dan cuaca menyebabkan terjadinya perbedaan dalam tanaman, pola tanam, metode bercocok tanam dan situasi sosio-ekonomi. Pola tanam dari beberapa tanaman yang ditanam terus menerus serta keadaan iklim yang cocok akan meningkatkan dan kompleksnya serangan hama, penyakit dan gulma.
Tinggi tempat dari permukaan laut menentukan suhu udara dan intensitas sinar yang diterima oleh tanaman. Semakin tinggi suatu tempat, semakin rendah suhu tempat tersebut. Demikian juga intensitas matahari semakin berkurang. Suhu dan penyinaran inilah yang nantinya akan digunakan untuk menggolongkan tanaman apa yang sesuai untuk dataran tinggi atau dataran rendah. Ketinggian tempat dari permukaan laut juga sangat menentukan pembungaan tanaman. Tanaman berbuahan yang ditanam di dataran rendah berbunga lebih awal dibandingkan dengan yang ditanam pada dataran tinggi
Faktor lingkungan akan mempengaruhi proses-proses phisiologi dalam tanaman. Semua proses phisiologi akan dipengaruhi boleh suhu dan beberapa proses akan tergantung dari cahaya. Suhu optimum diperlukan tanaman agar dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh tanaman. Suhu yang terlalu tinggi akan menghambat pertumbuhan tanaman bahkan akan dapat mengakibatkan kematian bagi tanaman, demikian pula sebaliknya suhu yang terlalu rendah. Sedangkan cahaya merupakan sumber tenaga bagi tanaman.
Suhu berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif, induksi bunga, pertumbuhan dan differensiasi perbungaan (inflorescence), mekar bunga, munculnya serbuk sari, pembentukan benih dan pemasakan benih. Tanaman tropis tidak memerlukan keperluan vernalisasi sebelum rangsangan fotoperiode terhadap pembungaan menjadi efektif. Tetapi, pengaruh suhu terhaadap induksi bunga cukup kompleks dan bervariasi tergantung pada tanggap tanaman terhadap fotoperiode yang berbeda. Suhu malam yang tinggi mencegah atau memperlambat pembungaan dalam beberapa tanaman.
Di daerah beriklim sedang perbedaan suhu lebih ditentukan oleh derajat lintang (latitude), Di tropika perbedaan ini lebih ditentukan oleh tinggi tempat (altitude). Ditinjau dari sudut pertumbuhan tanaman, Junghuhn (1853) dalam membagi daerah pertanaman di pulau Jawa menjadi 4 zone.
1. Zone I 0 – 600 m dari permukaan laut
2. Zone II 600 – 1.350 m
3. Zone III 350 – 2.250 m, dan
4. Zone IV 2.250 – 3.000 m.
Sedangkan Wellman (1972) membuat pembagian yang dihubungkan dengan ekologi patogen tanaman dan ternyata cocok untuk tropika Asia yaitu zone I 0-300 meter diatas permuakan laut, zone II 300-500 mdpl, zone III 500-1000 mdpl dan zone IV 1.000-2.000 mdpl.
Berdasarkan ketinggian tempatnya terdapat macam-macam hutan:
• hutan pantai (beach forest)
• hutan dataran rendah (lowland forest)
• hutan pegunungan bawah (sub-montane forest)
• hutan pegunungan atas (montane forest)
• hutan kabut (cloud forest)
• hutan elfin (alpine forest)
Perubahan suhu tentunya mengakibatkan perbedaan jenis tumbuhan pada wilayah-wilayah tertentu sesuai dengan ketinggian tempatnya. Maka berdasarkan iklim dan ketinggian tempat, flora di Indonesia terdiri atas:
Hutan hujan tropis
Indonesia berada di daerah katulistiwa, banyak mendapat sinar matahari, curah hujannya tinggi, dan suhu udaranya tinggi, menyebabkan banyak terdapat hutan hujan tropik. Ciri-ciri hutan ini adalah sangat lebat, selalu hijau sepanjang tahun, tidak mengalami musim gugur, dan jenisnya sangat heterogen. Hutan jenis ini banyak terdapat di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, dan Irian Jaya. Beberapa jenis floranya misalnya kayu meranti, ulin, dan kapur. Pada pohon-pohon ini hidup menumpang berbagai tumbuhan seperti anggrek dan tumbuhan merambat.dan epifit. Tumbuhan merambat yang terkenal adalah rotan.
Pembagian hutan hujan tropis adalah sebagai berikut.
1. Hutan Hujan Tanah Kering (ketinggian 1000 - 3000 m dari muka laut)
- Hutan nondipterocarpeceal memiliki ketinggian < 1.000 m dan suhu
antara 26°C-21°C.
- Hutan dipterocarpaccoo memiliki ketinggian < 1.000 m dan suhu antara
26°C-21°C.
- Hutan agathis campuran memiliki ketinggian < 2.500 m dan suhu antara
26°C-13°C.
- Hutan pantai memiliki ketinggian < 5 m dan suhu ± 26°C.
- Hutan belukar memiliki ketinggian < 1.000-2.000 m dan suhu antara
26°C-21°C.
- Hutan fegacceal memiliki ketinggian antara 1.000-2.000 m dan suhu
antara 21°C-28°C.
- Hutan casuarina memiliki ketinggian antara 1.000-2.000 m dan suhu
antara 21°C-11°C.
- Hutan penuh memiliki ketinggian antara 700-1.000 m dan suhu antara
23°C-18°C.
- Hutan nothofogus memiliki ketinggian 1.000-3.000 m dan suhu antara
21°C-11°C.
2. Hujan Tanah Rawa (ketinggian 5 - 100 m dari muka laut).
- Rawa air tawar
- Hutan rawa gambut
- Hutan payau (hutan mangrove)

Hutan musim
Hutan ini terdapat di daerah yang suhu udaranya tinggi (terletak pada ketinggian antara 800 - 1200 m dari muka laut). Pohon-pohonnya jarang sehingga sinar matahari sampai ke tanah, tahan kekeringan, dan tingginya sekitar 12 - 35 m. Daunnya selalu gugur pada musim kering/kemarau dan menghijau pada musim hujan. Contohnya pohon jati, kapuk, dan angsana.
Hutan musim dapat digolongkan menjadi sebagai berikut.
1. Hutan musim gugur daun
2. Hutan musim selalu hujan

Hutan sabana
Sabana adalah padang rumput yang disana sini ditumbuhi pepohonan yang berserakan atau bergerombol. Terdapat di daerah yang mempunyai musim kering lebih panjang dari musim penghujan, seperti di Nusa Tenggara. Hutan sabana dapat digolongkan menjadi berikut ini.
1. Hutan sabana pohon dan palma memiliki ketinggian < 900 m dan suhu 22°C.
2. Hutan sabana casuarina memiliki ketinggian antara 1.600 - 2.400 m dan suhu antara 18°C-13°C.
Padang rumput
Terdapat pada daerah yang mempunyai musim kering panjang dan musim penghujan pendek, seperti di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Padang rumput dapat terdapat di daerah dengan ketinggian antara 900 - 4000 m di atas permukaan laut, seperti misalnya padang rumput tanah, padang rumput pegunungan, komunitas rumput, dan lumut.
Padang rumput dapat digolongkan menjadi berikut ini.
1. Padang rumput iklim basah
- Padang rumput tanah rendah memiliki ketinggian < 1.000 m dan suhu 26°C-21°C.
- Rawa rumput memiliki ketinggian > 1000 m dan suhu ± 26°C.
- Padang rumput pegunungan memiliki ketinggian antara 1.500 – 2.400 m dan suhu antara 18°C-23°C.
- Padang rumput berawa gunung memiliki ketinggian antara 2.400 – 4000 m dan suhu antara 10°C-18°C.
- Padang rumput Alpin memiliki ketinggian antara 4.000 – 4.500 m (batas salju) dan suhu > 6°C.
- Komunitas rumput dan lumut memiliki ketinggian > 4.500 m dan suhu < 6°C.
2. Padang rumput iklim kering dengan suhu 22°C.

B. TERNAK
Faktor lingkungan yang mempengaruhi produksi ternak meliputi lingkungan fisik (radiasi, suhu udara, kelembaban, kecepatan angin, curah hujan, den ketinggian tempat), lingkungan biotic (vegetasi, predator, hewan/ternak lain, bakteri, parasit, dan virus), lingkungan kimiawi (pencemaran dan peracunan oleh unsure-unsur), dan lingkungan manusia sebagai pengelola.
Semakin tinggi letak suatu daerah dari atas permukaan laut maka akan semakin rendah suhu udara rata-rata hariannya. Kroteria dataran rendah ditandai dengan suhu udara yang tinggi dan tekanan udara maupun oksigen yang tinggi pula. Diantara faktor iklim, suhu dan kelembaban udara merupakan faktor terpenting yang mengatur iklim serta adaptasi dan distribusi dari ternak dan vegetasi. Sebagi contoh, kehidupan ternak sapi diperlukan suhu optimal diantara 13 sampai 180C dan bila suhu naik diantara 1 – 100C dari suhu optimalnya, ternak akan mengalami depresi. Suhu udara dan kelembaban tinggi akan menimbulkan stress akibat kenaikan suhu tubuhnya. Untuk menurunkan suhu tubuhnya yang naik, maka diperlukan energi tambahan guna mencapai keseimbangan tubuhnya, efisiensi energi pakan (makanan) menjadi lebih kecil.
Kebutuhan zat makanan pada ternak dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban, pada suhu dan kelembaban tinggi,dapat menyebabkan menurunnya konsumsi pakan dan akan disertai dengan menurunnya daya cerna diikuti kehilangan berat badan dan menurunnya resistensi terhadap penyakit.
Dengan adanya suhu lingkungan yang tinggi maupun yang lebih rendah dari suhu tubuhnya, maka ternak akan berusaha mempertahankan suhu tubuhnya yang konstan. Oleh karena itu, hewan akan memproduksi panas dalam tubuhnya dan mengeluarkannya ke sekitar lingkungannya secara terus menerus dan tetap, sehingga kanaikan atau penurunan suhu 10C dari suhu tubuhnya sudah cukup menimbulkan pengaruh proses fisiologinya . terganggunya keseimbangan panas dapat menurunkan produktifitasnya.

C. HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN
Hama seperti mahluk hidup lainnya perkembangannya dipengaruhi oleh faktor faktor iklim baik langsung maupun tidak langsung. Temperatur, kelembaban udara relatif dan foroperiodisitas berpengaruh langsung terhadap siklus hidup, keperidian, lama hidup, serta kemampuan diapause serangga. Sebagai contoh hama kutu kebul (Bemisia tabaci) mempunyai suhu optimum 32,5º C untuk pertumbuhan populasinya.
Pengaruh tidak langsung adalah pengaruh faktor iklim terhadap vigor dan fisiologi tanaman inang, yang akhirnya mempengaruhi ketahanan tanaman terhadap hama. Temperatur berpengaruh terhadap sintesis senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, falvonoid yang berpengaruh terhadap ketahannannya terhadap hama. Pengaruh tidak langsungnya adalah kaitannya dengan musuh alami hama baik predator, parasitoid dan patogen.
Dari konsep segitiga penyakit tampak jelas bahwa iklim sebagai faktor lingkungan fisik sangat berpengaruh terhadap proses timbulnya penyakit. Pengaruh faktor iklim terhadap patogen bisa terhadap siklus hidup patogen, virulensi (daya infeksi), penularan, dan reproduksi patogen. Pengaruh perubahan iklim akan sangat spesifik untuk masing masing penyakit.
Perubahan iklim berpengaruh terhadap penyakit melalui pengaruhnya pada tingkat genom, seluler, proses fisiologi tanaman dan patogen. Setiap tahap dari siklus hidup patogen, dipengaruhi oleh suhu, dari tunas spora, hingga memasuki masa pertumbuhan induknya menjadi hingga sporulasi baru dan perpindahan spora. Terdapat temperatur minimum, maksimum, dan optimum yang berbeda untuk tiap patogen yang berbeda dan bahkan untuk proses pada beberapa patogennya. Verticillium dahliae paling aktif menyebabkan kelayuan pada suhu antara 25-280C, tetapi Verticillium albo-atrum akan mendominasi pada suhu 20-250C. Karat dini pada tomat dipicu oleh suhu yang hangat dan sebaliknya.
Bakteri penyebab penyakit kresek pada padi Xanthomonas oryzae pv. oryzae mempunyai suhu optimum pada 30º C. Sementara F. oxysporum pada bawang merah mempunyai suhu pertumbuhan optimum 28-30 º C. Bakteri kresek penularan utamanya adalah melalui percikan air sehingga hujan yang disertai angin akan memperberat serangan. Pada temperatur yang lebih hangat periode inkubasi penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum ) lebih cepat di banding suhu rendah. Sebaliknya penyakit hawar daun pada kentang yang disebabkan oleh cendawan Phytophthora infestans lebih berat bila cuaca sejuk (18-22 º C) dan lembab. Faktor-faktor iklim juga berpengaruh terhadap ketahanan tanaman inang. Tanaman vanili yang stres karena terlalu banyak cahaya akan rentan terhadap penyakit busuk batang yang disebabkan oleh Fusarium. Ekspresi gejala beberapa penyakit karena virus tergantung dari suhu.

D. GULMA
Gulma yang terdapat pada dataran tinggi relatif berbeda dengan yang tumbuh di daerah dataran rendah. Pada daerah yang tinggi terlihat adanya kecenderungan bertambahnya keanekaragaman jenis, sedangkan jumlah individu biasanya tidak begitu besar. Hal yang sebaliknya terjadi pada daerah rendah yakni jumlah individu sangat melimpah, tetapi jumlah jenis yang ada tidak begitu banyak.




DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Hutan. http://id.wikipedia.org/hutan. Diakses pada 26 maret 2009.
Boudreau, Mark. 2008. Organic Plant Disease Management: the Environment. http://www.extension.org/main/partners. Diakses pada 23 maret 2009.

D.F. Warnock , W.M. Randle dan O.M. Lindstrom, Jr. 1993. Photoperiod, Temperature, and Plant Age Interact to Affect Short-day Onion Cold Hardiness. hortscience, Georgia. (http://www.google.co.id. Diakses pada 23 maret 2009.)

Kadarsih, Siwitri. 2004. Performans Sapi Bali Berdasarkan Ketinggian Tempat di Daerah Transmigrasi Bengkulu: I. Performans Pertumbuhan. Jurnal ilmu-ilmu pertanian Indonesia vol. 6, No. 1. (http://www.google.co.id. Diakses pada 23 maret 2009.)

Muawin, Heru A. 2009. Hubungan Suhu Bagi Pertumbuhan Tanaman. http://herumuawin.blogspot.com/2009/03/ hubungan-suhu-bagi-pertumbuhan-tanaman/. Diakses pada 26 maret 2009

Tim MGMP. 2008. Lingkungan Kehidupan di Muka Bumi. http://mgmpgeok.blogspot.com/2008/10/lingkungan-kehidupan-di-muka-bumi.html. Diakses pada 23 maret 2009.

Wiyono, Suryo. 2007. Perubahan Iklim dan Ledakan Hama dan Penyakit Tanaman. IPB, Bogor. (http://www.google.co.id. Diakses pada 23 maret 2009.)

Zahara, Hafni dan Lenny Hartati Harahap. Identifikasi Jenis Cendawan Pada Tanaman Cabai (Capsicum annum) Pada Topografi Yang Berbeda. Balai Besar Karantina Tumbuhan, Belawan. (http://www.google.co.id. Diakses pada 23 maret 2009.)
Diposkan oleh @milladi 19:29


PENGARUH SUHU PERENDAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN BIJI TANAMAN

http://mrmcdanielsteacherpage.wikispaces.com/file/view/biology_icon.gif/225221398/biology_icon.gif
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Peserta didik dapat :
1. Mengetahui pengaruh pertumbuhan biji karena suhu perendaman yang berbeda-beda
2. Memahami proses pertumbuhan kedelai secara periodik
3. Memahami proses perkembangan perkecambahan pada kedelai
4. Memahami struktur biji kedelai saat mengalami perkecambahan
B. LANDASAN TEORI
Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan biji
Biasanya, kecambah akan cepat berkembang apabila suhunya sedikit berlembab, hal ini suhu sangat menentukan factor perkembangan kecambah.
Suhu tentunya sangat berpengaruh untuk pertumbuhan suatu tanaman ,karena untuk aktivitas enzim dalam proses biokimia dalam sel tumbuhan.Suhu optimum tumbuhan bervariasi tergantung jenis tumbuhannya.Selain mengatur kerja enzim,suhu juga ada hubungannya dengan absorbsi garam mineral dalam tanah.
Semakin tinggi suhu perendaman yang digunakan sampai batas tertentu akan semakin meningkatkan viabilitas benih ,pertumbuhan dan hasilnya.
Peranan peningkatan suhu adalah untuk pematahan dormansi, sedangkan lama perendaman benih untuk mengoptimalkan imbibisi air dalam benih sehingga bisa memacu perkecambahan. 
C. METODE PENELITIAN
Meliputi beberapa hal yaitu :
1. Waktu
Hari : Sabtu
Tanggal : 23 Juli 2011
Tempat : di rumah salah satu anggota kelompok
2. Alat dan bahan
Alat : a. thermometer
b. aqua gelas ( tiap orang 4 )
c. sendok
d. mangkuk
e. stopwatch
Bahan : a.tanah
b. air ( air bersuhu 0.8
C, 26C, 48C, 72C )
c. Bji kedelai
3. Cara kerja
a. Menyiapkan semua bahan dan peralatan yang dibutuhkan.
b. Memasukkan air yang bersuhu 0.8
C ke dalam mangkuk pertama, air bersuhu 26C kedalam mangkuk kedua, air bersuhu 48C kedalam mangkuk ketiga, dan air bersuhu 72C kedalam mangkuk keempat.
c. Memasukkan biji-biji yang telah disiapkan kedalam setiap mangkuk yang telah berisi air dengan suhu tertentu.
d. Merendam biji-biji tersebut
selama 10 menit
e. Sambil menunggu selama 10 menit, kita mengisi botol botol aqua dengan tanah secukupnya dengan takaran yang sama.
f. Mengambil biji-biji yang telah kita rendam selama 10 menit tdai dan menanamnya masing masing 5 biji yang telah direndam pada setiap botol aqua yang telah berisi tanah .
g. Memberikan tanda pada masing masing aqua.
Yaitu :
1. Untuk menunjukan botol yang berisi biji dengan suhu perendaman 0.8
C.
2. Untuk menunjukan botol yang berisi biji dengan suhu perendaman 72
C.
3. Untuk
menunjukan botol yang berisi biji dengan suhu perendaman 26C.
4. Untuk menunjukan botol yang berisi biji dengan suhu perendaman 48
C.
h. Mencatat pertumbuhan dan perkembangan setiap hari dan mengambil foto untuk dokumentasi laporan.
PEMBAHASAN
Setelah saya melakukan percobaan, ternyata biji yang direndam dengan suhu 72
C bisa mati dikarenakan biji kedelai tidak bisa menerima panas yang berlebihan.Jadi biji kedelai untuk tumbuh yang baik harus di suhu optimal ( suhu yang seharusnya/suhu yang pas)
Pertumbuha
n biji yang direndam pada suhu 0.8C tumbuh lebih lambat daripada pertumbuhan biji yang direndam pada suhu yang lebih tinggi karena proses imbibisi berlangsung lebih cepat pada suhu yang tinggi.Suhu berperan dalam mengontrol perkecambahan dan pertumbuhan vegetative.
Perlakuan suhu perendaman tidak berpengaruh nyata pada berat kedelai,hal ini diduga disebabkan karena perendaman benih dalam air panas berfungsi untuk pematahan dormansi benihnya dan membuat kulit benih menjadi lebih permeable untuk mempercepat pertumbuhan bagian-bagian kecambah benih seperti plumula dan radikula, yang kemudian berfungsi secara optimal dalam penyerapan air dan unsur hara tanah serta penyerapan cahaya yang maksimal .




1 komentar:

  1. Did you realize there's a 12 word sentence you can tell your crush... that will induce intense feelings of love and impulsive attractiveness to you buried inside his chest?

    Because deep inside these 12 words is a "secret signal" that triggers a man's impulse to love, please and guard you with his entire heart...

    12 Words Will Fuel A Man's Desire Response

    This impulse is so built-in to a man's genetics that it will drive him to work better than before to love and admire you.

    Matter of fact, triggering this powerful impulse is so binding to getting the best ever relationship with your man that the second you send your man one of the "Secret Signals"...

    ...You will instantly find him expose his mind and soul to you in such a way he haven't expressed before and he'll see you as the only woman in the universe who has ever truly tempted him.

    BalasHapus